Sang Pembelajar

Sang Pembelajar

Sabtu, 06 Desember 2014

Sudut Pandang tehadap POLITIK dari kacamata KOMUNIKASI

Bagaimana kita yang sedang belajar komunikasi memandang tren politik yang terjadi pada saat ini?




Ada beberapa Isu politik yang sedang tren pada saat ini, diantaranya terpilihnya kembali ARB menjadi Ketum Golkar di tengah dualism partai, munculnya Gubernur tandingan Ahok, pembebasan Polycarpus, dan masalah Perppu Pilkada.  Berbicara tren politik, biasanya kita orang awam bahkan mahasiswa sendiri merasa masa bodo terhadap kondisi politik yang terjadi, karena merasa hal tersebut tidak berpengaruh pada dirinya. Mau BBM naik menjadi 8500, mau Jokowi jadi Presiden atau Prabowo Presidennya, terkadang orang mengganggap hal itu tidak berpengaruh pada hidupnya. 

Kadang kita berkata “Soal Ahok mau ada tandingan Gubernur kek, bukan urusan saya” atau “Mau ARB terpilih lagi jadi Ketum Golkar, bukan urusan saya”.


Politik memang bukan sesuatu hal yang harus dinikmati, tapi untuk tahu politik itu bukan masalah mau atau tidak mau, harusnya sebuah keharusan. Karena seperti kondisi politik dan tren politik pada saat ini, kita boleh merasa masa bodo, tapi secara sadar tidak sadar akan memberi pengaruh terhadap kita.
Sadar tidak sadar, mau tidak mau, lambat maupun cepat situasi politik pada saat ini berkaitan dengan lingkungan sosial kita. Harusnya kita perlu memahami bahwa soal Ahok memeliki Gubernur tandingan, soal ARB menjadi Ketum Golkar lagi itu semua adalah urusan kita. Karena apa? Kita lihat Ahok diangkat menjadi Gubernur dan FPI melakukan ancaman-ancaman bahkan memiliki Gubernur tandingan, kita perlu meliha bagaimana cara FPI menekan Ahok. Disitu FPI mengeluarkan isu-isu sensitif, yaitu isu SARA (Suku, Agama dan Ras) yang bisa berakibat dan menyebar kepada masyarakat luas.   

Selanjutnya masalah ARB kembali terpilih menjadi Ketum Golkar, itu akan berpengaruh kepada kita sebagai masyarakat. Mengapa demikian? ARB menjadi Ketum Golkar maka KMP (Koalisi Merah Putih) akan menjadi kuat yang berakibat posisi Jokowi sebagai Presiden akan terancam karena pemerintah tidak akan bisa dengan mudah menjalankan programnya dan berimbaslah kepada kita.
Indonesia Negara yang besar, tapi yang memiliki tingkat kerentanan terhadap perpecahan sangat tinggi. Biasanya sebab dari perpecahan adalah faktor ekonomi atau kecemburuan sosial.


Ilmu Komunikasi adalah ilmu multidisipliner, maksunya bisa diterapakan pada banyak bidang; ekonomi, social, politik, hukum, budaya, seni, dll. Selain itu juga, Ilmu Komunikasi merupakan ilmu yang multikonteks yang berarti konteks apapun bisa dilihat dari sudut pandang komunikasi.
Kita sudah terkungkung dalam system “kita mau tahu, pengen lebih tau kalau itu menjadi urusan saya, tapi kalau tidak berkaitan dengan dirinya bukan menjadi urusan saya, bagaimana? Kita masa bodo.”

Komunikasi Politik diperlukan dalam berpolitik, dan bukan tidak mungkin dalam berkomunikasi politik tidak menemukan titik permasalahan dan persoalan. Sebagai contoh persoalan komunikasi politik adalah saat ini Golkar sedang memanas, terbagi menjadi dua kubu itu dikarenakan gagalnya terjadi islah dalam rekonsiliasi. Sebenarnya hal itu juga sedang menjadi sorotan karena adanya peran media yang memberitakan secara tidak netral. Sudah sangat jelas khususnya sejak Pemilu 2014 ini rivalitas MetroTV vs TVONE terus berlanjut. Kita tahu bahwa pemiliknya  pemlik MetroTV adalah Surya Paloh  yang merupakan alumni Golkar kalah pada pemilihan Ketum Golkar pada Munas di Pekanbaru, jadi didalamnya ada sensi-sensi politik dalam pemberitaan. Harusnya media bersikap netral tanpa dicampuri kepentingan politik.
Berbicara tentang media, media menjadi salah satu agen dalam keberhasilan Jokowi menjadi Presiden. Bila dicermati, Jokowi berhaasil memenangkan Pilpres 2014 karena berhasil menciptakan Personal Image. Dimana personal image yang dibangun adalah sosok sederhana, merakyat, dan mau turun ke masyarakat. Sedangkan inti dari gagalnya Prabowo adalah kegagalan dalam membangun Personal Image-nya.  Dari personal image yang dibangun oleh Jokowi yang disorot media begitu baik, mengundang simpatik dari masyarakat maka Jokowi dipilihnya menjadi Presiden. Bila kita tarik ke belakang, pada 2004 bagaimana SBY bisa memenangkan Pilpres karena simpati masyarakat yang 
merasa empati karena SBY dipecat oleh Megawati.

“Anda boleh tidak memikirkan POLITIK, tapi POLITIK memikirkan Anda” (ayey)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar